Kekagumanku terhadap seorang sosok Soe Hok Gie berawal dari diriku yang tak sengaja menonton film biografinya yang berjudul GIE. Aku yang kala itu masih duduk di bangku SMP langsung kagum melihat penggambaran tokoh di film yang saat itu juga diperankan aktor ternama Nicolas Saputra. Tak hanya mengagumi melalu filmnya, selang beberapa tahun saat aku beranjak ke bangku kuliah aku membeli sebuah buku yang berjudul Catatan Seorang Demonstran yang juga merupakan buku novel yang berisi kisah perjuangan Soe Hok Gie saat ia menjadi aktifis di usia muda hingga saat-saat terakhir sebelum ia menemui ajalnya di puncak gunung semeru. Itu hanya sedikit gambarang tentang kekagumanku terhadap Soe Hok Gie, tapi untuk lebih mengenal sosoknya aku akan membagikan kisah biografi singkat yang bisa teman-teman baca.
Biografi Soe Hok Gie
Soe Hok Gie merupakan keturunan Tionghoa yang lahir pada 17 Desember 1942. Ia adalah putra dari Soe Lie Pit atau dikenal dengan nama Salam Sutrawan seorang novelis, dan ibunya bernama Nio Hoe An. Dalam biografi Soe Hok Gie bahwa ia adalah anak keempat dari lima bersaudara, Soe Hok Gie merupakan adik dari Sie Hok Djie yang juga dikenal dengan nama Arief Budiman.
Masa kecil Soe Hok Gie
Sejak masih sekolah, Soe Hok Gie dan Soe Hok Djie sudah sering mengunjungi perpustakaan umum dan beberapa taman baca di pinggir-pinggir jalan di Jakarta. Menurut seorang peneliti, sejak masih sekolah dasar (SD), Soe Hok Gie bahkan sudah membaca karya-karya yang serius, seperti karya Pramudya Ananta Toer. Mungkin juga karna ayahnya seorang penulis, sehingga tak heran jika ia begitu dekat dengan sastra. Sesudah lulus SD, kakak beradik itu memilih sekolah yang berbeda, Hok Djin (Arief Budiman) memilih masuk konisius, sementara soe hok gie memilih sekolah di sekoalh menengah pertama (SMP) strada di daerah Gambir.
Masa remaja Soe Hok Gie
Konon ketika duduk di bangku ini, ia mendapatkan salinan cerpen Pramudya: "..Cerita dari Blora". Pada waktu kelas dua di sekolah menengah ini, prestasi Soe Hok Gie buruk. Bahkan ia diharuskan untuk mengulang. Tapi apa reaksi soe hok gie? ia tidak mau mengulang, ia merasa diperlakukan tak adil. Akhirnya, ia lebih memilih pindah sekolah daripada harus duduk di bangku sekolah. Sebuah sekolah kristen protestan mengizinkan ia masuk ke kelas tiga, tanpa mengulang. Selepas dari SMP, ia berhasil masuk ke Sekolah Menengah Atas (SMA) kanisius jurusan sastra. Sedanhgkan kakaknya, Hok Djin, juga masuk sekolah yang sama, tapi lain jurusan yaitu ilmu alam. Selama di SMA inilah minat Soe Hok Gie pada sastra makin mendalam, dan sekaligus ia mulai tertarik pada ilmu sejarah. Selain itu, kesadara berpolitiknya mulai bangkit. Dari sinilah, awal pencatatan yang menarik itu, tulisan yang tajam dan penuh kritik.
Masa Kuliah di Universitas Indonesia
Ada hal baik yang diukurnya selama ia menempuh pendidikan di SMA, Soe Hok Gie dan sang kaka berhasil lulus dengan nilai tinggi. Kemudian kaka beradik ini melanjutkan ke Universitas Indonesia. Soe Hok Gie memilih ke fakultas sastra jurusan sejarah, sedangkan Hok Djin mask ke fakultas psikologi. Di masa kuliah inilah Gie menjadi aktifis kemahasiswaan.
Kritis Terhadap Pemerintah
Ketika kuliah di UI, ia banyak mengkritisi kebijakan Presiden Ir Soekarno. Selain itu ia juga banyak mengkritisi mengenai Partai Komunis Indonesia (PKI) yang kala itu sangat berkembang di Indonesia. Banyak yang meyakini gerakan Gie berpengaruh besar terhadap tumbangnya Soekarno dan termasuk orang pertama yang mengkritik tajam rezim orde baru. Hal ini terlihat dari tulisan-tulisannya mengenai pembantaian masal terhadap anggota dan simpatisan PKI pasca G30S/PKI pecah. Ia menuliskan artikel "Di sekitar pembunuhan besar-besaran di Pulai Bali" yang kemudian diterbitkan oleh mahasiswa Indonesia Jawa Barat pada bulan Desember 1967.
Dalam pemikiran Soe Hok Gie, ia mengkritisi cara-cara pemerintah orde baru yang menindak anggota dan simpatisan PKI dengan cara-cara diluar kemanusiaan. Gie sangat kecewa dengan sikap teman-teman seangkatannya yang di era demonstran tahun 66 mengkritik dan mengkutuk para pejabat pemerintah kemudian selepass mereka lulus mereka berpihak ke sana dan lupa dengan visi dan misi perjuangan angkatan 66. Gie merupakan bersikap oposisif dan sulit untuk diajak kompromi dengan oposisinya.
Pendiri MAPALA UI yang Hobi Naik Gunung
Soe Hok Gie diketahui merupakan salah satu tokoh pendiri UI. Salah satu agenda pentingnya adalah naik gunung. Pada saat memimpin pendakian Gunung Slamet 3.442mdpl, ia mengutip Walt Whitman dalam catatn hariannya "...Now I see secret of the making of the best person. It is to grow in the open air and to eat and sleep with the earth". Pemikiran dan sepak terjangnya tercatat dalam catatan hariannya. Pikiran pikiran tentang kemanusiaan tentang hidup, cinta, dan juga kematian. Dalam biografi Soe Hok Gie diketahui bahwa pada tahun 1968 Gie sempat berkunjung ke Amerika dan Australia, dan piringan hitam favoritnya Joan Baez disita di bandara Sydney karena dianggap anti-war dan komunis. Tahun 1969 Gie lulus dan melanjutkan menjadi dosen di Almamaternya. Bersama Mapala UI Gie berencana menaklukan gunug Semeru yang tingginya 3.676mdpl.
Sewaktu Mapala mencari pendanaan, banyak yang bertanya kenapa naik gunung dan Gie berkata kepada teman-temannya: "...Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya dengan slogan. patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan mencintai Tanah Air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dengan dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. karena itulah kami naik gunung".
No comments:
Post a Comment